Rabu, 17 Juni 2009

Meledak Tambang Batu Bara Puluhan Korban Tewas Dan Luka Parah




KRC,PADANG -
Musibah seperti tak pernah berhenti terjadi. Kali ini bukan pesawat jatuh, tapi meledaknya tambang batu bara Bukit Bual di Kecamatan Talawi, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat. Karena ledakan terjadi di dalam lokasi penambangan yang medannya sulit, hingga tadi malam proses evakuasi korban masih dilakukan. Berdasar data sementara yang dihimpun wartawan, sembilan pekerja tewas dan 16 orang diperkirakan terperangkap.

Namun, sumber lain menyebutkan bahwa pekerja yang terjebak di dalam lokasi penambangan tersebut puluhan orang. Dan, pencarian terus dilakukan.

Peristiwa di kawasan CV Perdana milik Agustar itu terjadi sekitar pukul 10.00 kemarin. Diduga, ledakan disebabkan semburan gas metan yang berasal dari dalam tambang.

Informasi di tempat kejadian menyebutkan, penambangan itu memilki kedalaman 150 meter. Dan, medannya sangat sulit karena lokasinya berlorong-lorong. Apalagi, lokasi penambangan itu berjarak sekitar 25 kilometer dari Kota Sawahlunto. Akibatnya, korban agak terlambat ditangani.

Pemindahan korban dari lokasi ledakan cukup sulit dan membawanya ke rumah sakit di Kota Sawahlunto juga membutuhkan waktu sekitar satu jam. Hingga berita ini diturunkan, sebelas korban dirawat di RSU Sawahlunto.

Menurut Kabid Dinas Pertambangan Kota Sawahlunto Medi Iswandi, korban berjatuhan karena tidak dilengkapi peralatan pertambangan yang memadai. ''Kami pernah memperingatkan pemilik tambang untuk menghentikan aktivitas penambangan,'' kata Medi.

Dia menambahkan, pihaknya juga pernah mengecek lokasi penambangan. ''Saat kami cek bulan lalu, tambang ini memperlihatkan tanda-tanda tidak layak sehingga sudah harus ditutup,'' paparnya. Di antara yang menyebabkan tidak layak itu adalah tingkat N2 tinggi mencapai 20,9 persen dan CH4 (metan) 21 persen, masuk kategori sangat berbahaya.

Soal peralatan penambangan yang tidak standar diakui Hardianto, koordinator tambang. ''Selama ini pekerja tambang hanya dilengkapi helm dan sepatu bot,'' katanya. ''Sedangkan bau zat metan selama ini memang sudah ada. Namun, itu tidak dihiraukan,'' tambahnya.

Ketidaklayakan lokasi penambangan juga bisa dilihat dari ti­dak adanya plang-plang peringatan. Misalnya, peringatan dilarang merokok. Padahal, soal itu su­dah diperingatkan Pemerintah Kota Sawahlunto.

Di bagian lain, petugas yang meng­evakuasi para korban benar-benar menemui kesulitan. Sa­lah satunya, banyak lorong da­lam tam­bang. Bahkan, jumlah­nya men­capai ratusan lo­rong. ''Le­bih sulit mengevakuasi ka­rena masih adanya gas metan serta masih banyaknya reruntuhan aki­bat meledaknya tambang,'' papar Andri, salah seorang petugas SAR dari Bukit Asam. Selain petugas SAR, pencarian korban dilakukan gabung­an anggota kepolisian dan TNI.

Ledakan lorong yang mencapai radius 400 meter itu juga menghancurkan mesin serta sebuah rumah peristirahatan para penambang. Juga, menghanguskan kayu di sekitar tambang.

Anas, salah seorang pekerja tambang yang selamat, menceritakan, bekerja di tambang memang sangat berisiko. Apalagi, kata dia, per­alatan yang disiapkan pemilik sangat terbatas. ''Untuk mendapat oksigen saat di dalam tambang saja sangat susah. Jadi, kami bekerja di sini hanya bergantung pada nasib,'' ung­kapnya. (jj/jn)

Ledakan Di Markas Brimob



KRC, jakarta
Setelah TNI, kini giliran Kepolisian Republik Indonesia (Polri) yang menjadi sorotan. Salah satu fasilitas simulasi milik Brimob terbakar dan sempat terjadi ledakan. Kejadian ini semakin menambah daftar panjang kelalaian di institusi pertahanan kita.


Dalam insiden ini tidak ada korban jiwa. Sementara penyebab ledakan belum diketahui. Namun kuat dugaan, cairan zat kimia yang mudah terbakar memicu kabakaran dan ledakan.

Masih segar juga dalam ingatan peristiwa ledakan di garasi Detasemen Antiteror 88 Polda Sumatera Utara pada 5 April 2006. Akibat kejadian ini, dua anggota Brimob tewas, empat anggota lainnya kritis, serta lima lainnya mengalami luka berat. Mereka yang tewas adalah Bripda Syahrial dan Bripda Syahnal.

Penyebab ledakan ini belum jelas. Namun insiden ini terjadi saat tim penjinak bahan peledak (jihandak) Satuan Brigade Mobil (Brimob) Polda Sumut melakukan latihan rutin merakit bom. Ledakan itu juga menghancurkan ruangan garasi dan satu garasi lain yang berada di sampingnya. Tiga sepeda motor yang berada di depan garasi rusak terkena serpihan bom.

Pada 3 Februari 2003, ledakan juga sempat terjadi di salah satu gedung di Mabes Polri. Sebuah bom low explosive mengguncang teras gedung Astagina, Wisma Bhayangkari, Mabes Polri. Pihak Polri mengakui adanya kelalaian pengamanan dalam insiden ini.

Akibat ledakan ini, plafon gedung jebol, kaca-kaca gedung bagian depan hancur, beberapa huruf yang menyusun papan nama 'Wisma Bhayangkari' tanggal, dan sebuah tenda ambruk. Setelah diselidiki, pelakunya ternyata anggota kepolisian sendiri, yakni Ajun Komisaris Polisi Anang Sumpena. Anang mengebom markasnya sendiri karena sakit hati dipecat dari kesatuannya(yy)