Jumat, 20 November 2009

Arief Affandi Cukup Berpeluang Setelah Bambang Mundur

KRC, SURABAYA -
Partai Demokrat, ''musuh'' besar PDIP dalam bursa pemilihan wali kota (pilwali) Surabaya 2010, tak bisa menyembunyikan ''kegirangannya'' setelah ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bahwa Bambang Dwi Hartono tak bisa nyalon lagi lantaran sudah dua kali menjabat. Calon-calon Demokrat pun mengungkapkan optimisme yang begitu tinggi.

Wawali Surabaya Arif Afandi mengaku sebagai salah seorang yang mendapatkan angin. ''Pastinya bukan hanya Demokrat, lah. Partai lain juga terbuka,'' ujar bapak empat anak itu di Kantor Wakil Wali Kota, Balai Kota, kemarin. Sebab, suara yang sudah mengarah ke Bambang D.H. bisa diperebutkan calon lain. ''Itu membuat kompetisi lebih seru,'' ungkapnya.

Arif memang mengakui bahwa elektabilitas Bambang sebagai figur wali kota begitu tinggi. Kinerja Bambang sebagai wali kota begitu dahsyat. Banyak program yang berhasil. ''Nyata terlihat masyarakat,'' ujar Arif. Hal itu, tegas dia, membikin figur Bambang sangat kuat.

Sehari pasca keluarnya putusan MK, Arif langsung menjadi ''magnet'' calon-calon lain. Kemarin di ruang dinasnya, dia disambangi M. Sholeh, calon wali kota dari jalur independen. Sholeh, advokat muda tersebut, menyatakan ingin menimba ilmu politik.

Mantan aktivis PRD tersebut juga menyebutkan, gagalnya Bambang untuk maju lagi membuat peluang Arif sangat besar. ''Terus terang, tidak ramai tanpa Pak Bambang. Mas Arif akan lenggang kangkung sendirian tahun depan,'' ungkap Sholeh lantas tertawa kecil.

Dengan berbagai pujian itu, maukah Arif menggandeng Sholeh sebagai wakilnya dalam pemilihan tahun depan? Arif menjawab diplomatis. ''Everything is possible,'' tuturnya lantas tersenyum.

Di tempat terpisah, Ketua DPRD Surabaya Wisnu Wardhana juga mengaku gembira atas gagalnya Bambang untuk mencalonkan lagi. ''Jujur, chance saya menjadi besar dengan tidak bisanya Pak Bambang maju lagi,'' tuturnya kemarin.

Wisnu memang berhasrat mencalonkan diri sebagai wali kota Surabaya periode 2010-2015. Sejak 10 November lalu, ketua DPC PD Surabaya tersebut memantapkan diri bertarung dalam kompetisi. Wisnu sudah membuat ratusan poster dan puluhan baliho besar. Beberapa balihonya sudah bisa dilihat di beberapa sudut kota ini. Misalnya, di Jalan A. Yani, Jalan Ngagel, dan Jalan Kertajaya.

Selain senang, Wisnu mengaku sedih karena Bambang tidak bisa maju lagi. Menurut dia, kader PDIP tersebut telah berhasil membangun Surabaya. Sosok Bambang pun, kata dia, amat populer di mata masyarakat. Kepopuleran itu, ujar dia, jauh lebih powerful daripada mesin politik partai. ''Jujur, Pak Bambang adalah sosok terbaik di kota ini,'' tegasnya.

Selain merasa chance-nya semakin besar, Wisnu menyatakan mundurnya Bambang merupakan berkah tersendiri. Saat ini, ungkap dia, pihaknya sedang menjajaki lobi intensif dengan kubu Bambang dan PDIP. Tujuannya, mengajak Bambang menjadi mitra koalisinya. Wisnu mengharapkan Bambang mau mendampingi dirinya sebagai bakal calon Wawali.

''Tidak ada yang tidak mungkin dalam politik. Semua bisa terjadi. Justru kalau benar Partai Demokrat bergandengan dengan PDIP, pemerintahan akan menjadi sangat stabil,'' tuturnya.

Dia menilai, jika satu pasangan calon wali kota berasal dari satu partai, akan timbul suasana tidak sehat. Dia menuturkan, monopoli politik sangat jelek. Dampaknya, Wisnu memprediksi, pasangan calon itu tidak laku di mata masyarakat.

Senada dengan Arif dan Wisnu, kandidat bacawali dari PD lainnya, Fandi Utomo, merasa di atas angin. Hanya, mantan ketua DPC PD Surabaya itu masih sungkan-sungkan mengungkapkan hal tersebut. Fandi menyebutkan, dengan kandasnya Bambang, dirinya bakal mengkaji ulang apakah hal tersebut membuka kemungkinan-kemungkinan baru baginya.

Pertarungan Internal Demokrat

Sebelum bertarung dalam kompetisi yang sesungguhnya, Wisnu, Arif, dan Fandi harus bertarung untuk mendapatkan rekomendasi dari Partai Demokrat. Dalam waktu dekat, Demokrat membentuk tim sembilan untuk menggodok calon wali kota itu.

Wakil Ketua Bidang Komunikasi dan Informasi DPC Partai Demokrat Surabaya Mochamad Machmud menuturkan, saat ini PD sedang menggodok pembentukan tim sembilan. Anggotanya adalah tiga orang dari DPP, tiga orang dari DPD Jatim, dan sisanya dari DPC Surabaya.

Sesuai peraturan organisasi, ketua tim sembilan adalah ketua DPD Jatim. Sekretarisnya adalah ketua DPC Surabaya. Menariknya, Wisnu Wardhana masuk dalam tim sembilan. Padahal, dia sudah terang-terangan mendeklarasikan diri untuk maju sebagai calon wali kota. ''Kalau soal itu, kita tunggu juklak (petunjuk pelaksanaan) dan juknisnya (petunjuk teknisnya),'' terang Machmud.

Ketua Komisi B DPRD Surabaya tersebut menambahkan, nama-nama anggota tim sembilan, terutama dari DPC dan DPD, akan muncul selambat-lambatnya tiga bulan sebelum pilwali, akhir Mei atau awal Juni.

Namun, meski sejauh ini dipastikan duduk dalam tim sembilan, Wisnu justru kurang sreg kalau pemilihan dilakukan tim tersebut. Menurut dia, alangkah lebih baik Demokrat mengadakan polling. ''Hal tersebut, bagi saya, paling transparan. Kalau benar demikian, saya akan siap fight. Saya juga akan berusaha menggenjot massa secepat dan semaksimal mungkin,'' tegasnya. (hn)




.

Geliat Bursa Walikota Surabaya

KRC, Surabaya
Wacana pencalonan Bambang Dwi Hartono sebagai wakil wali kota periode 2010-2015 memang sah secara hukum positif. Demikian juga soal rencana Saleh Ismail Mukadar, bakal calon wali kota PDIP, yang akan mundur jika terpilih agar Bambang bisa naik jadi wali kota. Tapi, aksi ''tipu-tipu politik'' tersebut dapat membuat citra PDIP kian ambles. Demikian pula citra Bambang D.H. yang selama ini sudah terpupuk apik.

Itu diungkapkan pengamat politik dan dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISI) Universitas Airlangga Haryadi kemarin (19/11). Haryadi mengakui bahwa popularitas Bambang begitu moncer. Kiprahnya sebagai wali kota selama 7,5 tahun cukup membanggakan. Dengan demikian, ungkap master dari University of California Berkeley itu, wajar PDIP begitu memperjuangkan Bambang secara mati-matian.

Bambang pun diplot di posisi mana saja, termasuk duduk di posisi calon wakil wali kota. Tujuannya suara untuk Bambang tidak lari ke mana-mana.

Setelah dinyatakan tidak bisa mencalonkan diri lagi karena sudah dua kali menjabat, pencalonan Bambang di posisi wakil wali kota memang sah. Hukum positif membolehkan, aturan main politik juga tidak melarang. Namun, siasat lanjutan Saleh Mukadar, yakni mundur kalau terpilih agar Bambang sebagai wakil bisa naik lagi ke pucuk pimpinan, bisa jadi bumerang. ''Masyarakat kita mungkin tidak akan bisa menerima aksi tipu-tipu dan pembohongan itu. Mungkin secara politik itu biasa, tetapi hal tersebut sangat tidak bermoral di mata masyarakat,'' katanya.

Kalau betul strategi itu yang akan dijalankan, nama Bambang akan hancur di mata publik. Menurut Haryadi, orang akan menilai suami Dyah Katarina tersebut ambisius dan gila kekuasaan. Hal tersebut, menurut Haryadi, akan membikin suara PDIP tidak malah baik, tetapi hancur luar biasa.

Haryadi menuturkan, meski berat, Bambang seharusnya menjadi orang di balik layar saja dalam menyokong calon dari PDIP. Dia bisa muncul di publik dan berperan untuk memberikan personal guarantee saja kepada siapa saja calon dari PDIP. Dia bisa meyakinkan pengikut setianya untuk memilih siapa pun kader PDIP yang maju. Sebab, calon tersebut adalah penerusnya.

Itu bisa jadi salah satu siasat politik untuk menyaingi calon dari Partai Demokrat. ''Saleh Mukadar juga tidak mudah kalah kalau digaransi oleh Bambang. Banyak suara Bambang yang akan mengalir ke sana,'' tuturnya.

Strategi yang cespleng memang perlu. Sebab, kegagalan Bambang untuk mencalonkan diri lagi membuat peta persaingan begitu mudah ditebak. Wawali Arif Afandi diyakini berada di pole position untuk merebut kursi Surabaya-1. Tapi, jalan Arif pun tak mulus. Ada pertarungan internal dalam tubuh Demokrat. Kalau Arif bisa mendapatkan rekomendasi dari PD untuk maju, maka peluangnya akan sangat besar. ''Asal strategi politik yang diusung Arif tepat. Terutama saat memilih pasangan yang pas, maka dia akan bisa melenggang,'' tutur Haryadi.

Dengan mundurnya Bambang, kata Haryadi, tak ada calon lain yang bisa menyaingi popularitas dan tingkat elektibilitas Arif. Haryadi, bapak dua anak itu, menuturkan, ada tiga survei yang dilakukan salah satu lembaga dalam mengukur sosok yang layak memimpin Surabaya. ''Saya tak menyebut lembaga tersebut. Tapi, saya jamin kredibel,'' ujar Haryadi.

Dalam survei pertama setahun lalu, popularitas dan elektabilitas Bambang melesat. Arif dan Saleh Mukadar tercecer jauh. Saleh pun tak bisa mengejar posisi Arif. ''Figur lain masih belum kelihatan. Tidak masuk hitungan lah. Kita anggap itu sebagai variabel saja. Mungkin hanya ada Indah Kurnia di luar tiga orang itu. Tetapi jaraknya juga masih sangat jauh,'' tandas Haryadi.

Lulusan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada itu menambahkan, konfigurasi calon masih belum berubah saat lembaga survei itu melakukan tracking kedua, tiga bulan lalu. Bambang D.H masih yang teratas. Namun Arif Afandi mulai mendekati tingkat elektabilitas dan popularitas Bambang. Itu karena wacana gagalnya Bambang D.H. untuk maju kembali. Sementara itu, Saleh Ismail Mukadar namanya semakin jauh tertinggal dibandingkan dua orang incumbent tersebut. Calon lain, kata Haryadi, masih belum muncul ke permukaan.

Sebulan lalu, lembaga survei kembali melakukan tracking. Arif Afandi mengalami lonjakan yang sangat berarti. Meski dia masih berada di bawah Bambang D.H., namun, sedikit sekali jaraknya. Nama Saleh rupanya terus terpuruk. Dalam survei tersebut, dia makin tenggelam.

Lantas bagaimana dengan sosok lain? Haryadi mengungkapkan, sosok seperti Fandi Utomo, Wisnu Wardhana, Tri Rismaharini, dan M. Sholeh sudah muncul. Namun mereka masih belum bisa menyaingi tingkat popularitas dan elektabilitas tiga orang tersebut. Haryadi meyakini bahwa konfigurasi itu tidak banyak berubah menjelang pilwali mendatang.

Haryadi juga menyebut Arif justru akan lebih mudah merebut hati masyarakat Surabaya ketimbang bertarung di tingkat internal partai. Pertarungan di Demokrat sangat ketat. Arif harus bertarung dengan Fandi Utomo dan Wisnu Wardhana. Apalagi, kata Haryadi, Fandi dan Wisnu punya lobi yang sangat kuat ditingkat elite. Terutama Fandi. Track record mantan ketua tim sukses SBY-Kalla Surabaya pada pilpres 2004 cukup mengagumkan. Fandi pun pernah menjadi pemenang konvensi PKB dalam pilwali Surabaya 2005 meski bukan berasal dari partai itu. ''Walau akhirnya PKB memutuskan lain, itu merupakan sebuah pencapaian tersendiri,'' tuturnya.

Namun, peluang Wisnu dan Fandi sangat berat. Haryadi menyebut dua orang tersebut sangat telat. ''Harusnya, dua tahun lalu mereka deklarasi. Apalagi Wisnu terkesan tidak serius. Dia terkesan hanya ingin meningkatkan bargainnya saja sebagai ketua DPC,'' tandasnya.

Haryadi menyebut bahwa Tri Rismaharini bisa maju. Namun bukan sebagai bakal calon wali kota, tetapi bakal cawawali. Meski track record Risma di pemerintahan sangat cemerlang, namun sosok Risma masih belum kuat sebagai orang yang bisa duduk di jabatan politik. ''Tingkat popularitasnya boleh tinggi, tetapi elektabilitasnya rendah,'' tutur Haryadi.

Senada dengan Haryadi pengamat politik lain asal Unair Kacung Maridjan menuturkan, peluang Bambang D.H untuk maju sebagai cawawali bisa terbuka lebar. Sebab hukum postif memungkinkan hal tersebut. Tetapi, hal ini bisa menjadi blunder bagi Bambang dan PDIP. Pasalnya, dia akan dinilai ambisius dan gila kekuasaan oleh masyarakat. Dan hal ini tidak bagus. (hn)

Rabu, 04 November 2009

Boros Anggaran Peresmian SSC Dimasalahkan Dewan




KRC, SURABAYA -
Rencana peresmian Surabaya Sport Center (SSC) dipermasalahkan DPRD Surabaya. Sebab, untuk acara peresmian saja, pemkot menganggarkan Rp 12,1 miliar. Angka itu melebihi anggaran program kemiskinan.

Dewan menilai, anggaran yang diajukan pemkot melalui Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2010 itu tidak rasional. Bahkan, itu bisa mencederai rasa keadilan masyarakat Surabaya. Sebab, untuk peresmian yang dilakukan dalam waktu sehari itu, dana yang dialokasikan melebihi anggaran program kemiskinan selama setahun.

''Untuk program Jamkesmas nonkuota di dinas kesehatan (Dinkes) saja, alokasinya hanya Rp 10 miliar. Itu untuk orang miskin setahun. Nah, ini peresmian untuk hura-hura, anggarannya sampai Rp 12,1 miliar. Ini sudah keterlaluan,'' kata Ketua Komisi D DPRD Surabaya Baktiono.

Dana pesta pembukaan stadion yang diberi nama Gelora Bung Tomo itu baru terkuak saat banggar (badan anggaran) melakukan rapat kemarin. Pemkot melalui dinas pemuda dan olahraga (dispora) memang mengajukan anggaran untuk sejumlah kebutuhan. Mulai biaya perawatan stadion-stadion di Surabaya hingga peresmian SSC.

Nah, begitu melihat anggaran launching SSC yang dijadwalkan Mei 2010, beberapa anggota dewan menyatakan tidak setuju dengan alokasi dana tersebut. ''Ini sudah tidak bisa masuk akal,'' ucap Baktiono yang juga anggota banggar.

Dalam rencana anggaran biaya, dana Rp 12,1 miliar itu terdiri atas 21 item uraian. Misalnya, untuk upacara dan pergelaran, pemkot menganggarkan Rp 2 miliar. Namun, tidak ada penjelasan yang dimaksud dengan upacara dan pergelaran.

Saat peresmian nanti, pemkot juga akan menyewa 140 bus untuk mengangkut masyarakat yang bakal menonton peresmian stadion. Untuk keperluan itu, pemkot menganggarkan Rp 500 juta. Selain itu, pemkot berencana mengundang tim sepak bola dari luar negeri dan mengalokasikan dana Rp 1 miliar.

Pos dana lain yang dianggap tidak wajar oleh dewan adalah suvenir. Hanya untuk pengadaan 25 ribu suvenir, pemkot menganggarkan Rp 2,5 miliar.

''Ini jelas pemborosan. Konsep acaranya mungkin saja bagus. Tapi, jangan makan anggaran besar itu. Masak semalam habis Rp 250 juta untuk kembang api saja,'' kata Fatkur Rohman, anggota banggar yang lain.

Dia mengatakan, anggaran Rp 12.195.951.900 itu tidak tertampung dalam penyusunan RAPBD 2010. Tapi, pada akhir pembahasan di komisi D, anggaran prestisius itu dititipkan secara misterius. ''Apalagi, kode rekening kegiatannya belum ada. Ini sesuatu yang aneh tapi nyata, tiba-tiba muncul belakangan,'' ujar ketua DPC PKS Surabaya itu.

Menurut dia, dewan nyaris kecolongan dengan kegiatan yang leading sector-nya berada di dispora itu. Apalagi, anggaran superbesar tersebut diajukan ketika Surabaya masih menghadapi banyak masalah pelik lainnya. Misalnya, ancaman gizi buruk dan masalah pengentasan kemiskinan yang belum tuntas.

Karena itu, dewan berjanji tidak akan meloloskan anggaran Rp 12,1 miliar. DPRD mau menyetujui itu jika angkanya diturunkan. ''Kami kira, idealnya cuma Rp 2 miliar. Itu sudah mewah. (tw)