Rabu, 05 Agustus 2009

Vokalis Tak Gendong Berpulang


KRC,JAKARTA -
Penyanyi fenomenal Mbah Surip tutup usia. Pemilik nama lengkap Urip Ariyanto bin Soekotjo itu mengembuskan napas terakhir pada usia 50 tahun -menurut sertifikat medis penyebab kematian- sekitar pukul 10.30 kemarin (4/8).

Mbah Surip meninggal dalam perjalanan menuju Rumah Sakit Pusdikkes TNI-AD yang tidak jauh dari kediaman komedian Mamiek Prakoso, tempatnya menginap, di Kampung Makassar, Jakarta Timur.

''Saat sampai di ruang UGD, ternyata dinyatakan sudah tidak ada (meninggal, Red),'' ujar Mamiek yang rumahnya dijadikan rumah duka sementara sebelum dipindah ke Bengkel Teater W.S. Rendra di Citayam, Depok.

Sebelum dibawa ke rumah sakit, kata Mamiek, dirinya mendengar panggilan Varid Wahyu Dwi Kristianto, anak kedua yang merangkap asisten Mbah Surip yang selama ini setia mengantar ayahnya ke mana saja. ''Ini kok bapak jadi lemas?'' kata Varid.

''Begitu saya lihat, di mulutnya keluar air liur dan seperti busa begitu. Wah, saya bilang ini pingsan. Saya yang tidak paham medis ya bingung. Akhirnya saya coba bawa ke rumah sakit dan kebetulan ada tetangga mau berangkat kerja (naik mobil), diantar,'' lanjut pelawak dengan cat rambut khas itu.

Menurut Mamiek, Mbah Surip bertamu ke rumahnya pada Senin sore (3/8). Seperti biasa, dia diboncengkan Varid dengan sepeda motor Supra miliknya. ''Wajahnya sudah terlihat pucat. Varid bilang memang sedang tidak sehat. Lha saya bilang kenapa kok malah naik motor? Mana fasilitas kendaraan yang ada itu? Varid jawab, 'Nggak Om, naik motor saja','' ungkap Mamiek.

Baru kali itu dia mendengar ungkapan Mbah Surip yang bernada mengeluh. Sejak kenal pada awal 1990, kata Mamiek, pria berambut gimbal tersebut tidak pernah terdengar mengeluh. ''Kemarin itu dia bilang kecapekan dikejar-kejar orang terus. Acara, fans, sama wartawan. 'Ampun pemerintah, saya capek. Saya mau numpang ngadem di rumah kamu','' ujar Mamiek menirukan ucapan pria kelahiran Mojokerto, 5 Mei 1949 (versi data Jawa Pos), 1959 (versi sertifikat kematian), dan 1969 (tercantum di KTP) itu.

Semakin sore, kondisinya semakin mengkhawatirkan. Ditambah pengakuan Mbah Surip bahwa lambungnya terasa sakit. Sepanjang malam, kata Mamiek, dia bolak-balik ke toilet terus. ''Nggak ada omongan terakhir. Saya ini kaget campur bingung. Dia cuma bilang mau syuting iklan,'' tutur anggota Srimulat tersebut yang lantas menyarankan tamunya itu untuk beristirahat.

Dokter jaga Unit Gawat Darurat (UGD) Rumah Sakit Pusdikkes, dr Satyaningtyas, tidak bisa memberikan keterangan pasti penyebab kematian Mbah Surip. ''Untuk mengetahuinya, harus dilakukan otopsi. Tapi, sampai sore ini belum ada permintaan (otopsi). Sangat mungkin mati mendadak. Kemungkinan lain kena serangan jantung,'' jelasnya.

Dia membenarkan, saat tiba di UGD, detak jantung sarjana di bidang kimia itu sudah berhenti. ''Meski begitu, dia sempat diberi pertolongan pertama, yakni pasang oksigen, memeriksa jantung, dan paru-paru. Wajahnya terlihat agak biru. Tapi, badannya masih hangat. Karena jarak dari rumah ke rumah sakit 10 sampai 15 menit, mungkin dia meninggal di jalan. Pupil mata sudah membesar,'' ulasnya.

Soal air liur atau busa yang sempat keluar dari mulut Mbah Surip belum sempat dilihat Satyaningtyas. Menurut dia, saat tiba di UGD, mulut Mbah Surip sudah dalam keadaan bersih. ''Mungkin itu sisa dari sarapan bubur. Bisa saja air bubur,'' tepisnya.

Varid menyatakan, Mbah Surip kali pertama mengeluh sakit pada Sabtu (1/8) setelah minum es saat pentas di Jogja. Varid merasa kecolongan karena di luar dugaan, Mbah Surip ingin minuman lain selain kopi.

Minggu pagi, kondisi Mbah Surip belum membaik. Varid langsung bergerak cepat dengan membatalkan dua jadwal acara ayahnya itu. "Saya tidak tega melihatnya kelelah­an," katanya.

Saat sedang sekarat pada kemarin pagi, kata Varid, Mbah Surip sempat mengigau dengan terus mengulang satu kalimat andalan­nya. "Dia terus bilang, I love you full, I love you full."

Meski ada usul ada usul agar Mbah Surip dimakamkan di kampung halamannya di Mojokerto, tadi malam keinginan Mbah Surip untuk dimakamkan di Bengkel Teater di komplek tepat tinggal W.S. Rendra terkabul.

Mbah Surip memang ingin dimakamkan di kediaman W.S. Rendra, Citayam, Depok, yang juga menjadi tempat beraktivitas seni. Keingin­an Mbah Surip itu tiba-tiba saja terucap saat mengadakan syukuran sederhana bersama Kampung Artis Management, manajemen artis pertama yang menaunginya. "Nanti, kalau mati, saya minta dikuburkan di rumah W.S. Rendra. Di sana ada tanah di bawah pohon jengkol (Jawa Pos halaman Show & Selebriti, 30 Juli 2009)," pintanya.

Varid ikut mendengar ucapan ayahnya di hadapan beberapa wartawan saat itu di Kampung Artis, Cipayung, Jakarta Timur. Maka, pesan itu pula yang disampaikan kepada Mamiek dan teman-teman lain seperti Doyok, Tarzan, dan keluarga seniman lainnya. "Saya ini juga maunya sesuai permintaan beliau (Mbah Surip). Tapi, keluarganya ingin di tanah keluarga saja," ujar Tarzan.

Tidak lama setelah itu, di tengah keramaian orang yang melayat dan wartawan, Tarzan berbicara sangat keras bahwa jenazah Mbah Surip akan disemayamkan di Bengkel Tea­ter atau rumah milik W.S. Rendra. Keinginan Mbah Surip pun terwujud.

"Waktu itu Mbah Surip sempat main ke sini. Dia kemudian lihat tempat pemakaman ini dan tertarik," terang Sudibyanto, adik Rendra yang akrab dengan Mbah Surip.

Selain suasananya sepi dan jauh dari keramaian, kata Sudibyanto, Mbah Surip kesengsem dengan tempat itu karena tidak khawatir terkena gusur. "Kalau di tempat pema­kaman umum Mbah Surip takut nanti kena gusur gara-gara tidak membayar ongkos sewa. Mending di sini saja, tidak bakal dipin­dah ke mana-mana," ucapan Mbah Surip yang ditirukan Sudibyanto.

Di tempat tersebut sudah ada enam jenazah. Mereka adalah adik Rendra dan beberapa seniman Bengkel Teater. Jenazah Mbah Surip dimakamkan berdampingan dengan makam Arie Mogot, anak salah seorang seniman Bengkel Teater asal Surabaya. Lokasinya teduh, dipayungi pohon Jengkol.

Sebelum dimakamkan, pada sekitar pukul 22.30, putri ketiga Mbah Surip, Risna Tri Kresnawati, melangsungkan pernikahan di hadapan jenazah ayahnya itu di aula Bengkel Teater milik W.S. Rendra. Dia dinikahi seorang pria bernama Samsuri dengan mas­kawin Rp 100 ribu.

Sesenggukan Risna menahan ledakan tangisnya sampai setelah pernikahannya dinyata­kan sah dan keranda Mbah Surip dibuka agar keluarga melihat wajahnya pada kesempatan terakhir. Risna pingsan. Dia kemudian dibopong ke ruangan lain.

Pemakaman berlangsung khidmat, mulai pukul 22.45 tadi malam. Meski sudah larut malam antusiasme banyak pihak tidak berkurang. Setidaknya ada sekitar 800 orang yang menjadi saksi kembalinya sosok seniman unik itu ke tanah untuk selama-lamanya. (cc)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar